Langsung ke konten utama

Kejar getol lagi baca buku, diawali dengan Yang Menyublim Di Sela Hujan

 


Setelah berbulan-bulan atau mungkin bertahun-tahun gw jarang baca buku, mungkin karena banyak pikiran lain, pandemi, atau memang males aja, sekarang mulai sering lagi baca. Ternyata meningkatkan minat baca buku itu ga perlu dari ngejer baca buku yg berat-berat, macam buku-buku teori atau sains. Caranya kita harus tau apa bacaan yang kita senengin, jadi memulainya dari yang ringan-ringan dulu. Supaya enak lagi bawaannya, dan bikin mindset bahwa membaca buku itu menyenangkan.

Tengah tahun 2021 gw sebetulnya memulai dengan baca buku Orang-orang Biasa karya Mas Andrea Hirata. Ceritanya ringan dan renyah, mirip-mirip sama Laskar Pelangi tapi lebih sederhana alur ceritanya. Setelah itu baru coba baca buku ini, Yang Menyublim Di Tengah Hujan karya Fawaz. Ini adalah buku yg isinya kisah-kisah seorang pengajar dari organisasi Sokola yang ngasih pelajaran literasi terapan di salah satu kampung di Asmat Papua, namanya kampung Mumugu Batas Batu selama sekitar 6 bulanan.

Mungkin mirip sama Indonesia Mengajar gitu ya, atau SM3T, atau misi-misi pendidikan yang sejenis. Ceritanya seru, gw ga nyangka bisa ngabisin dalam waktu 3 minggu, padahal untuk ukuran buku cerita pun, gw sangat males, tp karena ceritanya seru, jd pengen baca terus.

Di sana diceritain sebelum ada pengajar literasi terapan dateng, udah terlebih dahulu datang keuskupan ke daerah sana. Mulai dari ngajarin agama, pelajaran kehidupan, bahkan sampe ke tingkat ngelola masyarakatnya, dan juga sampe ngehilangin praktek kanibalisme dan pengayauan (ini gw gatau artinya nanti dicari hehe ini mereka terlibat sejak dari lama.

Jadi kanibalisme yg dilakukan suku Asmat itu bukan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, tapi lebih kepada melakukan kewajiban ritual dan tradisi adat di sana. Iya sama sekali bukan karena lapar dan nafsu untuk memangsa makanya mereka melakukan itu. Sekarang, yg ada ini adalah pesta topeng adat, gw gatau ini kegiatan baru atau pengganti dari ritual kanibalisme itu. Sebelum pesta dimulai, setiap lelaki mengumpulkan bahan untuk membuat topeng di hutan dan tidak boleh diketahui oleh perempuan. Lalu membawanya kembali ke Jew (rumah panjang yg bisa seukuran 100meter panjangnya, dgn lebar hingga 8 meter). Di Jew, mereka berlari bolak balik sambil memakan ulat sagu yg dibakar dan menirukan suara kasuari, dari malam hingga pagi.

Waktu yg dibutuhkan misionaris utk meniadakan pengayauan dan kanibalisme di Asmat gw rasa sangat lama. Menurut gw itulah mengapa mengubah pola pikir suatu kaum atau suku itu sangat sulit, tidak bisa terburu-buru atau ambisius, seperti beberapa rencana yg dicanangkan pemerintah saat ini mengenai kurikulum sekolah, misalnya.

Jika dibandingin, durasi semenjak misionaris tiba di Papua, lebih khususnya suku Asmat, sampai kanibalisme ditiadakan, dengan durasi pemerintah Indonesia membuat daerah Papua agar diakui wilayahnya sebagai negara Indonesia sampai pembangunan gencar, pastilah lebih lama misionaris. Kalau gw googling sih sekitar tahun 1938 keuskupan Agats mulai datang ke sana. Sedangkan ketika Pak Harto ngejalanin program buat penuntasan masalah baca tulis di 1973, barulah bermunculan sekolah-sekolah yang terkenal dengan nama sd inpres. Dan mungkin tahun 1999an digencarin supaya bisa pada sekolah smp sma sampe ke perguruan tinggi. Tapi ternyata banyak yang ngelolosin begitu aja anak muridnya, jadilah mungkin ada yg udah sma tapi masih gabisa baca tulis, atau kuliah masih susah ngebaca, untuk yg ini diceritain juga di buku.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Field Report (FR) Yogyakarta, North, to South

Selasa 5 Feb 2013 Destinasi Kaliurang Merapi, Prambanan, Parangtritis, Keraton, Malioboro Perjalanan menuju St Senen Depok – Gondangdia (17:30-18:00) KRL Ekonomi Jabodetabek  è 2ribu/orang Gondangdia – St Senen (18:00-18:20) Kopaja P20 è 2ribu/orang Tips: di bis ini sangat rawan akan pencurian, terlebih ketika jam pulang kerja, pukul 16:00- 19:00 Makan malam di dekat masjid st Senen: Pecel Lele, 9ribu/porsi Perjalanan menuju Malioboro Pasar Senen – Lempuyangan Yogyakarta (20:45 – 06:27) KA Progo è 35ribu/orang

Ungaran yang Menyenangkan

Tulisan ini tentang perjalanan kami kemarin, di bulan Februari 2019. Jadi kami abis dari Gunung Ungaran. Gunung Ungaran ini gak terlalu tinggi. Tapi dari segi pengalaman, gw merasa sangat menikmati. Gw bersyukur dikasih harta yg cukup, waktu, tenaga dan kesempatan beraktivitas yg menyenangkan dan terasa 'hidup' banget selama jalan-jalan kemarin. ======================= Kami berangkat bertujuh dari St Pasar Senen pukul sebelas malam, naik Tawang Jaya saat itu harga tiketnya 150ribu. Susah banget tidur di kereta. Padahal dulu gw tidur ya tidur aja. Jadi cuman meremin mata aja sambil berharap cepet-cepet subuh. Ketika mau cari lapak buat solat subuh keesokan harinya di gerbong restorasi (gerbong makan), eh ketemu temen kuliah, sebut saja Fadhil. Dia lagi balik kampung ke Semarang sekalian liburan ke tempat istrinya di Solo. Kebetulan jg di rombongan yg naik gunung kali ini, ada beberapa temen kuliah gw, yg jg temennya Fadhil. Kami langsung ngobrol banyak. Di akhir obrolan, F...

Secuil Bagian Negeri yang Terpencil

Berikut ini adalah pengalaman gw melalangbuana ke tempat baru! Jadi, tahun 2014 adalah tahun kedua gw menjadi panitia k2n, atau kuliah kerja nyata. K2n ini adalah program dari direktorat kemahasiswaan kampus dan juga merupakan salah satu mata kuliah pilihan di kampus gw. Pesertanya bisa dari jurusan mana aja. Setelah pertama jd panitia di tahun 2013 gw jd panitia k2n di daerah puncak bogor, tahun 2014 jd panitia lg yg tempatnya ditambah, selain di puncak bogor, jg ada di Kaltara alias Kalimantan Utara. Ternyata Kaltara ini provinsi terakhir pada saat itu, ke-34 di Indonesia, baru disahkan di tahun 2012 dengan ibukota Tanjung Selor. Kaltara ini pas banget berbatasan sama tetangga kita, Malaysia. Pas k2n 2014 itu titik penempatannya di Nunukan dan Malinau. Untuk kesana, pertama kita naik pesawat sekitar 3 jam dari Jakarta dengan tujuan Tarakan. Jadi walaupun Kaltara ibukotanya Tanjung Selor, untuk transportasi udara diarahkannya ke Tarakan. Kalo gak salah kenapa bandaranya di Tarak...