Langsung ke konten utama

Postingan

Pembedahan dan Pemulihan

  Untuk pertama kalinya gw dioperasi, dibedah maksudnya.  Penyebab awalnya karena tipes. Setelah tipes sembuh, bakterinya tersisa dan tertinggal di area usus buntu, dan mengendap di sana. Dan tebakan dokternya gw udah menderita cukup lama di perut bagian kanan bawah, jadi harus di-rontgen perut.  Rontgen perut itu prosesnya beda sama bagian lainnya. Pasien wajib minum barium sulfat, atau barium enema sebagai zat kontras. Ini fungsinya untuk ngasih amplifikasi/kejelasan warna rontgen perut, supaya nanti bisa keliatan apakah bener usus buntu apa bukan. Soalnya kalo rontgen biasa tanpa zat kontras, ga akan keliatan, ya gelap-gelap aja gitu. Pertama, gw meragukan harus minum ini. Karena setelah googling, barium sulfat itu gabisa larut sama air, sedangkan ini bubuk barium sulfat harus diaduk ke segelas air hangat terus diminum malem, besok pagi baru di-rontgen. Kedua, praktik minum zat kontras sebelum rontgen ini udah ga banyak dipake di luaran, kaya di Eropa gitu, karena ada beberapa efek
Postingan terbaru

Restless Life in a Pandemic World

  Pandemi tidak membuat kita berhenti untuk istirahat dan memberi bumi waktu untuk merestorasi, hidup malah semakin cepat dan semakin menjadi. Sebelum pandemi, dunia bergerak begitu cepat. Informasi melintas sangat deras. Bahkan mata kanan dan kiri bisa mengolah informasi yang berbeda dalam waktu bersamaan. Saat pandemi datang, semua dipaksa terkurung di tempatnya masing-masing. Aktivitas konvensional berhenti sejenak. Bumi beristirahat. Ada yang menemukan ketenangan. Ada yang justru mendapatkan kegiatan baru. Ada yang beralih profesi. Ada juga yang jadinya tidak bisa mencari penghidupan Tapi hanya sebentar. Kondisi pasar seolah mengharuskan kita semua terus bergerak. Apapun kondisinya, dimanapun, kapanpun, kita sekarang dipaksa untuk bertatap layar. Melakukan pekerjaan sehari-hari melihat layar. Melakukan pekerjaan serius menatap layar. Mencari hiburan pun ada di layar. Memang kenapa sih bumi gak bisa istirahat, kalau semuanya masih melihat layar, kapanpun, dimanapun? Bumi tetap menop

Sedikit unak unek habis baca Yang Menyublim di Sela Hujan

Untuk tau tentang buku yg gw review di sini, bisa lihat ke tulisan sebelumnya di mari Setelah gw baca buku yang menyublim di sela hujan, ketika masyarakat Mumugu Batas Batu telah mengenal uang, mereka jadi konsumtif. Para pendatang yg bermacam-macam, ada yg dari jawa, sumatera, dan sulawesi, mereka tinggal di sana dan membuka usaha entah pakaian, makanan atau kebutuhan sehari-hari. Sebelum adanya para pendatang, warga Mumugu Batas Batu sudah telah lebih dulu bisa mandiri memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan berburu-meramu dari hutan. Dengan menggeliatnya ekonomi, warga asli tidak siap menghadapi perubahan, dan ujungnya malah jadi pembeli, atau ada juga yg jd pekerja seperti pekerja kasar di pelabuhan, atau pelayan toko.  Tapi ada sisi baiknya, tahun ke tahun, pelayanan kesehatan membaik. Di Mumugu Batas Batu terdapat pustu (puskemas pembantu) yg menyediakan pengobatan dan imunisasi yg semuanya gratis. Balik lg bicara tentang warga asli. Makin ksini makin tinggi kebutuhan warga yg h

Kejar getol lagi baca buku, diawali dengan Yang Menyublim Di Sela Hujan

  Setelah berbulan-bulan atau mungkin bertahun-tahun gw jarang baca buku, mungkin karena banyak pikiran lain, pandemi, atau memang males aja, sekarang mulai sering lagi baca. Ternyata meningkatkan minat baca buku itu ga perlu dari ngejer baca buku yg berat-berat, macam buku-buku teori atau sains. Caranya kita harus tau apa bacaan yang kita senengin, jadi memulainya dari yang ringan-ringan dulu. Supaya enak lagi bawaannya, dan bikin mindset bahwa membaca buku itu menyenangkan. Tengah tahun 2021 gw sebetulnya memulai dengan baca buku Orang-orang Biasa karya Mas Andrea Hirata. Ceritanya ringan dan renyah, mirip-mirip sama Laskar Pelangi tapi lebih sederhana alur ceritanya. Setelah itu baru coba baca buku ini, Yang Menyublim Di Tengah Hujan karya Fawaz. Ini adalah buku yg isinya kisah-kisah seorang pengajar dari organisasi Sokola yang ngasih pelajaran literasi terapan di salah satu kampung di Asmat Papua, namanya kampung Mumugu Batas Batu selama sekitar 6 bulanan. Mungkin mirip sama Indone

First Trail Race

Jadi, setelah gw nyobain trail run di Gn Gede, sekarang gw pengen nyobain ikutan lomba trail run. Nah biasanya gw ikut lomba lari itu paling 5k, 10k atau paling jauh 21k. Skrg gw mau ngikutin lomba trail run pertama, dan jaraknya 30K. Agak nekat sih sebetulnya, tapi gw mau ikut lomba ini gara2 gw lg nganggur waktu itu, baru balik dari kampung inggris dan gak punya kerjaan. Duit pun gak ada, untungnya lomba ini fun run, biayanya cuma 50ribu aja, ya walaupun gak dapet medali atau kaos, cuma refreshment pas race, sama milo dan handuk tangan di finish. [Tulisan ini aslinya dibuat 6 Juli 2017, 2 tahun setelah pulang dari Tes IELTS habis dibina di Kampung Inggris] Waktu itu gw lagi abis2nya duit deh pokoknya, abis dari kampung inggris, abis tes ielts yg harganya 2.4 juta, eh lagi abis duit gitu malah dikeluarin lagi buat ikut lomba ini haha. Begitulah, kalo lg stres2nya gak punya uang, kita harus cari cara biar bisa menghilangkan kejenuhan itu, walaupun dengan pengorbanan.  Lombanya

Lebaran Trail Run

Setelah ikutin lomba trail, gw nyoba ngetrail lagi sedikit-sedikit ke tempat lain. Kali ini gw nyoba ke Gn Sumbing dan Prau. Kenapa ke sini? Karena gw mudiknya ke Wonosobo. Jadi sekalian deh tuh abis lebaran kan pasti berlemak tuh banyak makanan numpuk, dibakarnya di sini hehe. [Tulisan ini aslinya dibuat tanggal 6 Juli 2017] Ngetrail ke Prau ini gw ditemenin sama seorang temen kuliah dari Depok, dan orang lokal Dieng yang udah nunggu kita di rumahnya. Kita berdua naik bis ¾ dari Wonosobo dan turun di Pathakbanteng. Nyampe sana, langsung dijamu sama temen yg orang lokal Dieng itu. Abis itu, sekitar jam 11 siang baru jalan naik ke Gn Prau. Kira2 ngabisin waktu sejam deh untuk ke Gn Prau ini.  Sampe atas, kita foto-foto bentar, dan langsung balik lagi ke bawah. Treknya lumayan asik untuk yang masih newbie di dunia trail run, ngelewatin sisi kebun-kebun warga, sampe hutan-hutan pendek, trus langsung ke puncaknya Prau. Ternyata bener ya Prau itu sama kayak di label minuman A*ua. B

Kampung Inggris, buat belajar apa main? apa dua duanya?

Jadi setelah lulus, gw berencana untuk lanjutin kuliah S2 ke luar negeri, tapi gw belom yakin tuh kemana negara yg dituju. Trus, untuk bisa diterima kuliah di universitas asing, butuh sertifikat kebahasaan, nah biasanya kayak toefl atau ielts gitu. Jadilah gw memutuskan untuk ambil kursus Bahasa inggris, yaa sebenernya tujuannya sambil kursus sekalian main jalan-jalan gitu sih ehhe. [Tulisan ini aslinya dibuat pada 13 Agustus 2017, 2 tahun setelah dari Kampung Inggris Pare] Habis lulus, gw langsung dikontrak jadi asisten riset di laboratorium tempat gw ngerjain skripsi. Setelah sekitar setengah tahun gw ngikut jd asisten, gw mencoba ambil kursus bahasa inggris ini. Tapi kursus kemana? Karena bingung, jadinya gw ngikut temen gw ambil kursus di kampung inggris di pare. Beda ya sama pare-pare, di Sulawesi itu, kalo ini pare di Kediri Jatim. Kita ngambil kelas yg programnya selama sebulan di sana, dari 10 Januari sampe 10 Februari 2015. Nah kenapa ngambil di sini, ya itu tadi alesannya