Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2021

Sedikit unak unek habis baca Yang Menyublim di Sela Hujan

Untuk tau tentang buku yg gw review di sini, bisa lihat ke tulisan sebelumnya di mari Setelah gw baca buku yang menyublim di sela hujan, ketika masyarakat Mumugu Batas Batu telah mengenal uang, mereka jadi konsumtif. Para pendatang yg bermacam-macam, ada yg dari jawa, sumatera, dan sulawesi, mereka tinggal di sana dan membuka usaha entah pakaian, makanan atau kebutuhan sehari-hari. Sebelum adanya para pendatang, warga Mumugu Batas Batu sudah telah lebih dulu bisa mandiri memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan berburu-meramu dari hutan. Dengan menggeliatnya ekonomi, warga asli tidak siap menghadapi perubahan, dan ujungnya malah jadi pembeli, atau ada juga yg jd pekerja seperti pekerja kasar di pelabuhan, atau pelayan toko.  Tapi ada sisi baiknya, tahun ke tahun, pelayanan kesehatan membaik. Di Mumugu Batas Batu terdapat pustu (puskemas pembantu) yg menyediakan pengobatan dan imunisasi yg semuanya gratis. Balik lg bicara tentang warga asli. Makin ksini makin tinggi kebutuhan warga yg h

Kejar getol lagi baca buku, diawali dengan Yang Menyublim Di Sela Hujan

  Setelah berbulan-bulan atau mungkin bertahun-tahun gw jarang baca buku, mungkin karena banyak pikiran lain, pandemi, atau memang males aja, sekarang mulai sering lagi baca. Ternyata meningkatkan minat baca buku itu ga perlu dari ngejer baca buku yg berat-berat, macam buku-buku teori atau sains. Caranya kita harus tau apa bacaan yang kita senengin, jadi memulainya dari yang ringan-ringan dulu. Supaya enak lagi bawaannya, dan bikin mindset bahwa membaca buku itu menyenangkan. Tengah tahun 2021 gw sebetulnya memulai dengan baca buku Orang-orang Biasa karya Mas Andrea Hirata. Ceritanya ringan dan renyah, mirip-mirip sama Laskar Pelangi tapi lebih sederhana alur ceritanya. Setelah itu baru coba baca buku ini, Yang Menyublim Di Tengah Hujan karya Fawaz. Ini adalah buku yg isinya kisah-kisah seorang pengajar dari organisasi Sokola yang ngasih pelajaran literasi terapan di salah satu kampung di Asmat Papua, namanya kampung Mumugu Batas Batu selama sekitar 6 bulanan. Mungkin mirip sama Indone

First Trail Race

Jadi, setelah gw nyobain trail run di Gn Gede, sekarang gw pengen nyobain ikutan lomba trail run. Nah biasanya gw ikut lomba lari itu paling 5k, 10k atau paling jauh 21k. Skrg gw mau ngikutin lomba trail run pertama, dan jaraknya 30K. Agak nekat sih sebetulnya, tapi gw mau ikut lomba ini gara2 gw lg nganggur waktu itu, baru balik dari kampung inggris dan gak punya kerjaan. Duit pun gak ada, untungnya lomba ini fun run, biayanya cuma 50ribu aja, ya walaupun gak dapet medali atau kaos, cuma refreshment pas race, sama milo dan handuk tangan di finish. [Tulisan ini aslinya dibuat 6 Juli 2017, 2 tahun setelah pulang dari Tes IELTS habis dibina di Kampung Inggris] Waktu itu gw lagi abis2nya duit deh pokoknya, abis dari kampung inggris, abis tes ielts yg harganya 2.4 juta, eh lagi abis duit gitu malah dikeluarin lagi buat ikut lomba ini haha. Begitulah, kalo lg stres2nya gak punya uang, kita harus cari cara biar bisa menghilangkan kejenuhan itu, walaupun dengan pengorbanan.  Lombanya

Lebaran Trail Run

Setelah ikutin lomba trail, gw nyoba ngetrail lagi sedikit-sedikit ke tempat lain. Kali ini gw nyoba ke Gn Sumbing dan Prau. Kenapa ke sini? Karena gw mudiknya ke Wonosobo. Jadi sekalian deh tuh abis lebaran kan pasti berlemak tuh banyak makanan numpuk, dibakarnya di sini hehe. [Tulisan ini aslinya dibuat tanggal 6 Juli 2017] Ngetrail ke Prau ini gw ditemenin sama seorang temen kuliah dari Depok, dan orang lokal Dieng yang udah nunggu kita di rumahnya. Kita berdua naik bis ¾ dari Wonosobo dan turun di Pathakbanteng. Nyampe sana, langsung dijamu sama temen yg orang lokal Dieng itu. Abis itu, sekitar jam 11 siang baru jalan naik ke Gn Prau. Kira2 ngabisin waktu sejam deh untuk ke Gn Prau ini.  Sampe atas, kita foto-foto bentar, dan langsung balik lagi ke bawah. Treknya lumayan asik untuk yang masih newbie di dunia trail run, ngelewatin sisi kebun-kebun warga, sampe hutan-hutan pendek, trus langsung ke puncaknya Prau. Ternyata bener ya Prau itu sama kayak di label minuman A*ua. B

Kampung Inggris, buat belajar apa main? apa dua duanya?

Jadi setelah lulus, gw berencana untuk lanjutin kuliah S2 ke luar negeri, tapi gw belom yakin tuh kemana negara yg dituju. Trus, untuk bisa diterima kuliah di universitas asing, butuh sertifikat kebahasaan, nah biasanya kayak toefl atau ielts gitu. Jadilah gw memutuskan untuk ambil kursus Bahasa inggris, yaa sebenernya tujuannya sambil kursus sekalian main jalan-jalan gitu sih ehhe. [Tulisan ini aslinya dibuat pada 13 Agustus 2017, 2 tahun setelah dari Kampung Inggris Pare] Habis lulus, gw langsung dikontrak jadi asisten riset di laboratorium tempat gw ngerjain skripsi. Setelah sekitar setengah tahun gw ngikut jd asisten, gw mencoba ambil kursus bahasa inggris ini. Tapi kursus kemana? Karena bingung, jadinya gw ngikut temen gw ambil kursus di kampung inggris di pare. Beda ya sama pare-pare, di Sulawesi itu, kalo ini pare di Kediri Jatim. Kita ngambil kelas yg programnya selama sebulan di sana, dari 10 Januari sampe 10 Februari 2015. Nah kenapa ngambil di sini, ya itu tadi alesannya

Teknologi dan Haruskah Kita Bertaruh Kepadanya?

Kali ini iseng-iseng menuangkan pemikiran gw tentang teknologi di kehidupan. Setelah jadi karyawan, atau kalo kata seorang temen tuh jadi 'budak kapitalis' selama hampir setahun, yang gw pikirkan adalah jika gw seperti ini terus, atau at least di usia 20an ini, gw merasa ketakutan akan masa petualangan yang hilang. [Tulisan ini aslinya dibuat sekitar tahun 2015/2016] Kerja kantoran, apalagi jadi programmer yg kerjaannya memang harus duduk mantengin komputer seharian bisa bikin stres. I'm slowly living sedentary. Dalam satu pekan 8x5 jam berinteraksi dengan komputer, lalu setelah kerja gw 4x5 jam interaksi dengan smartphone, only laugh to digital things. Ini semua belum ditambah weekend yg hampir gabisa berkomunikasi dengan orang baru karena butuh tidur banyak dan makin kesini makin mager buat kemana-mana. Proses bekerja 8 to 5 ini merupakan jenis pekerjaan yg office-related, artinya kerjaannya cuma bisa dikerjain di kantor, gabisa di rumah (Well life changes when pandemic

"All Indonesian Dream"

[Tulisan ini aslinya dibuat pada 30 Maret 2016] Ini adalah coretan tentang unek-unek gw setelah lulus sekitar 1.5 tahun dari kampus. Kenapa judulnya agak mirip-mirip dengan yang di amerika sana? Ya karena memang diilhami dari "The All American Dream". Kalau penasaran sama apa itu American Dream bisa dibuka wikinya: https://en.wikipedia.org/wiki/American_Dream. Di wiki itu diantaranya gw kutip sebagai berikut. Education Most Americans perceive a college education as the ticket to the American Dream.[57] Some recent observers warn that soaring student loan debt crisis and shortages of good jobs may undermine this ticket.[58] The point was illustrated in The Fallen American Dream,[59] a documentary film that details the concept of the American Dream from its historical origins to its current perception. Home ownership In the United States, home ownership is sometimes used as a proxy for achieving the promised prosperity; ownership has been a status symbol separating the middle c