Langsung ke konten utama

Let The Journey Begins!


Hujan kencang yang mengguyur kota Depok hampir semalaman emang bikin mager dan enaknya suasana begini dipake tidur nyenyak. Tapi malam itu justru kita banyak berharap semoga esok bakal cerah. Tanggal 28 Juni 2011 itu, kita akan jalan-jalan sekaligus akan menjadi pengalaman pertama gw naik gunung.
Sebelumnya, gw gak ada bayangan sama sekali tentang naik gunung. Jadi satu-satunya panduan adalah ikutin arahan teman-teman atau senior yang udah pernah naik gunung sebelumnya. Persiapan di kampus, tepatnya di ruang BEM, yaitu tentang apa aja yang perlu dibawa naik gunung dan cara packing. Lalu kita bawa masing-masing peralatan ke rumah dan berangkat besok subuh. Itulah pertama kalinya gw ngegendong tas segede gaban, yang volume tasnya 80 liter. Tas yang dinamakan 'carrier' ini biasa dipake oleh para pendaki untuk melakukan penjelajahan, bisa juga untuk diisi adek gw yang masih SD pada waktu itu :D


Packing 

Selepas subuh, kita langsung ke Terminal Rambutan untuk naik bis yang ke arah Cianjur. Sialnya, teman-teman yang lain telat, jadi berimbas ke telatnya perjalanan, ditambah bisnya kejebak macet pasar, macet terminal dan macet karena angkot ngetem.

Kita turun di pertigaan Cibodas, nyambung lagi ke kantor TNGP Cibodas. Inilah pos pertama pendakian Gn Gede-Pangrango, hawa dinginnya terasa sekali. Gunung yang akan kami daki adalah Gunung Gede. Setelah berlelah-lelah sedikit ngurusin surat ijin pendakian, perjalanan berat pun dimulai.

persiapan terakhir

Karena kami semua belum menjadi pendaki kelas kakap, perjalanan diisi dengan beberapa fase.
Fase pertama yaitu:
1. Fase mendaki dengan cepat.
Fase ini diisi dengan kegengsian karena ingin cepat-cepat mencapai pos berikutnya, tapi fase ini diselingi dengan nafas terengah-engah. Fase sok sokan ini dilakukan saat masih banyak orang di sekitar kita, dan ini dilakukan di ketinggian yang masih rendah serta semangat yang masih menggebu.

2. Fase bersantai.
Fase kedua adalah fase bersantai. Fase ini adalah fase yang mirip dengan meditasi pada yoga. Nggak deng beda deng. Fase ini akan menjadi lebih menyenangkan kalau ditemani orang lain karena kita bisa minta makanan atau minuman ke mereka.





Di samping itu, fase ini mengingatkan kita kepada ketenangan alam, karena pada fase ini suara sangat minim, sehingga yang kita dengar (selain omongan kita sendiri) adalah suara burung-burung di hutan dan suara bisikan pohon yang merdu. Tapi hati-hati sobat, fase ini tidak boleh berlama-lama, selain menyebabkan lamanya pendakian, kita bisa terlena dengan keindahan alam dan kesejukan udara sehingga tertidur pulas. Kalo udah gitu kan repot tau-tau bangunnya sendirian di tengah gunung..

Setelah mengalami perjalanan berjam-jam akhirnya kami tiba di suatu tempat untuk kemping di tengah belantara Gunung Gede, nama tempat ini adalah Pos Air Panas. Seperti namanya, ada air terjun kecil yang panas, dan terdiri dari belerang.



Gak pernah terbayangkan sebelumnya untuk kemping di alam bebas. Ga ada penerangan, hujan terus-terusan dan bagi gw yang paling ekstrem adalah udaranya amat sangat dingin. Sampai malam pun masih turun hujan, dan sialnya gw tidur di paling ujung, badan bagian belakang gw basah semua karena hujan merembes ke tenda. Pagi pu datang, dan kita lanjutin perjalanan menuju puncak. "Kita udah setengah jalan", kata seorang teman. Wah masih lama berarti nih sampe puncaknya, semoga dengan perbekalan dan tenaga yang cukup kita bisa mencapai puncak Gunung Gede pada siang hari.

Sayangnya ketika itu turun kabut, putih semuanya dan terdengar bunyi 'ngiiiing' karena tekanan udara, dan bau belerang yang menyengat dari kawah. Siang itu, sekitar jam 12, menjadi momen pertama dimana gw merasa.. ini kayak nggak berada di bumi lagi. Emang lebay sih, tapi jujur itulah yang gw rasakan. Suasananya agak mistis. Gw berdiri di jalan setapak yang kanan kirinya putih kabut semua, jarak pandang cuma kira-kira 10 meter, dan kuping gw terus berdengung.



bunga edelweiss yg cuma bisa tumbuh di dataran tinggi

full team di puncak

perjalanan turun

view dari puncak

Akhirnya kami turun dari Gunung Gede siangnya melewati jalur yang sama. Perjalanan turun tidak terlalu berat. Tapi tetap ada rasa khawatir pulang terlalu malam karena kita start turun gunung jam 13 dan menurut panduan, perjalanan turun memakan waktu sekitar 5-6 jam. Kami berduapuluhempat akhirnya dibagi menjadi tiga kelompok dengan proporsi yang tidak pas untuk turun gunung. Tiap kelompok ada 10 orang dan semua orang berlari cepat demi sampai ke bawah dengan waktu yang minim. Sayangnya, entah karena sudah bernafsu untuk cepat-cepat istirahat, kelompok terakhir cuma ada 4 orang, dan 3 orangnya cewek semua. Karena cepatnya kelompok paling depan, ada 2 dari kita yang akhirnya terpisah dengan rombongan dan 2 orang itu udah sampai duluan di pos pertama tadi.

Sisanya, masih berjalan di belantara hutan. Lalu, ada salah satu dari kami terkena hipotermia. Hipotermia adalah serangan dingin yang bisa menyerang ke sekujur tubuh. Efeknya bisa fatal, bahkan tingkatan terparah hipotermia adalah merasa tubuh ngga lagi kedinginan, bahkan berubah jadi panas sehingga penderita melepas baju dan akhirnya meninggal. Teman kami ini terkena hipotermia sampai meracau (mengigau) minta pulang. Pada saat itu udah jam 8 malam, dan semua tim akhirnya menghentikan perjalanan untuk bantuin penderita ini.

Karena suhu semakin sangat dingin, dan untuk menghindari jatuhnya korban lain, ditambah tenda yang berfungsi normal cuma 1, akhirnya 14 orang melanjuntukan perjalanan pulang, sisanya menangani penderita.Gw merasa bersyukur banget bisa sampe di pos awal lagi. Hal yang paling melegakan abis naik gunung adalah menyeruput minuman hangat dengan kondisi badan yang sudah bersih di tempat istirahat, saat itu kami numpang tidur di warung yang memang sering dijadikan basecamp pendaki Gn Gede. Paginya, mereka yang tersisa akhirnya bisa sampai di warung tempat kami menginap, dan kami semua bisa berkumpul lagi di kaki gunung itu, lalu melanjuntukan perjalanan pulang masing-masing.

,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ungaran yang Menyenangkan

Tulisan ini tentang perjalanan kami kemarin, di bulan Februari 2019. Jadi kami abis dari Gunung Ungaran. Gunung Ungaran ini gak terlalu tinggi. Tapi dari segi pengalaman, gw merasa sangat menikmati. Gw bersyukur dikasih harta yg cukup, waktu, tenaga dan kesempatan beraktivitas yg menyenangkan dan terasa 'hidup' banget selama jalan-jalan kemarin. ======================= Kami berangkat bertujuh dari St Pasar Senen pukul sebelas malam, naik Tawang Jaya saat itu harga tiketnya 150ribu. Susah banget tidur di kereta. Padahal dulu gw tidur ya tidur aja. Jadi cuman meremin mata aja sambil berharap cepet-cepet subuh. Ketika mau cari lapak buat solat subuh keesokan harinya di gerbong restorasi (gerbong makan), eh ketemu temen kuliah, sebut saja Fadhil. Dia lagi balik kampung ke Semarang sekalian liburan ke tempat istrinya di Solo. Kebetulan jg di rombongan yg naik gunung kali ini, ada beberapa temen kuliah gw, yg jg temennya Fadhil. Kami langsung ngobrol banyak. Di akhir obrolan, F...

Field Report (FR) Yogyakarta, North, to South

Selasa 5 Feb 2013 Destinasi Kaliurang Merapi, Prambanan, Parangtritis, Keraton, Malioboro Perjalanan menuju St Senen Depok – Gondangdia (17:30-18:00) KRL Ekonomi Jabodetabek  è 2ribu/orang Gondangdia – St Senen (18:00-18:20) Kopaja P20 è 2ribu/orang Tips: di bis ini sangat rawan akan pencurian, terlebih ketika jam pulang kerja, pukul 16:00- 19:00 Makan malam di dekat masjid st Senen: Pecel Lele, 9ribu/porsi Perjalanan menuju Malioboro Pasar Senen – Lempuyangan Yogyakarta (20:45 – 06:27) KA Progo è 35ribu/orang

Catatan Perjalanan Mt Rinjani

Catatan Perjalanan Mt Rinjani Empleng Empleng, 21-30 Agustus 2012 21 Agustus 2012 Perjalanan ke Solo pake KA Brantas, Rp 40.000 Tanahabang (16:05) – Solo Jebres (03:40 22 Agustus 2012) 22 Agustus 2012 Perjalanan ke Banyuwangi pake KA Sri Tanjung, Rp 35.000 Solo Jebres (08:58) – BanyuwangiBaru (21:29)