Berikut adalah coretan iseng dari saya mengenai salah satu buku seorang motivator, Robin Sharma, yang berjudul Who Will Cry When You Die. Buku ini pada dasarnya berisikan motivasi2 psikologis yang dilantunkan melalui cerita ringan yang dapat kita pahami seperti kehidupan sehari-hari. Pada postingan kali ini saya tidak membahas keseluruhan buku, tapi cuma satu bagian aja. Kenapa cuma sedikit dan gak semua? Karena bagian-bagian yang saya sadur ini menurut saya adalah bagian yang menarik dan bisa dijadikan value yang lumayan oke, di samping sayanya juga yang gak bisa bikin resensi buku keseluruhan secara bagus.
###
Bab TIGA – Peliharalah Perspektif
Suatu hari, dalam suatu kisah lama, seorang pria yang sakit parah dibawa masuk ke sebuah ruangan di rumah sakit dimana pasien lain terbaring di tempat tidur di sebelah jendela. Keduanya lalu bersahabat. Pasien yang berada di samping jendela akan memandang keluar dan selama beberapa jam menggambarkan dunia luar dengan bersemangat kepada temannya yang berbaring di tempat tidur. Beberapa hari ia menggambarkan keindahan pepohonan di taman di depan rumah sakit itu dan bagaimana dedaunan menari-nari tertiup angin. Pada hari-hari lain, ia akan menghibur temannya dengan menirukan satu demi satu hal yang dilakukan orang-orang ketika mereka melintasi rumah sakit. Bagaimanapun juga, seiring berjalannya waktu, pasien yang terbaring di tempat tidur itu semakin frustasi karena ketidakmampuannya melihat keajaiban yang digambarkan oleh temannya. Akhirnya, ia mulai tidak suka kepada temannya dan kemudian sangat membencinya.
Suatu malam, setelah mendapat serangan batuk yang parah, pasien di samping jendela itu berhenti bernapas. Pasien yang satu lagi memilih untuk tidak melakukan apa pun, dan tidak memencet bel untuk meminta bantuan. Keesokan harinya, pasien yang telah memberikan begitu banyak kebahagiaan kepada temannya dengan menceritakan pemandangan di luar jendela dinyatakan meninggal dan dibawa keluar ruangan. Temannya segera minta dipindahkan ke dekat jendela, dan permintaannya dipenuhi oleh perawat yang bertugas. Namun ketika ia memandang keluar jendela, ia melihat sesuatu yang membuat ia terguncang: jendela itu berhadapan dengan tembok bata yang dingin. Teman sekamarnya dulu telah membayangkan pemandangan yang luar biasa yang ia gambarkan di dalam imajinasinya menjadi tindakan yang menyenangkan agar dunia temannya sedikit lebih baik selama hari-hari yang sulit. Ia telah melakukan tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri.
###
Kalau diceritain latar belakangnya baca buku ini, awalnya saya lagi bosen dan gak ada kerjaan berhubung ketika membaca buku ini yaitu ketika tahun2 terakhir kuliah. Pun ketika itu saya sedang agak demotivasi untuk memilih apakah harus lulus lewat jalur skripsi atau nggak (di tempat saya kuliah bisa lulus tanpa skripsi, ataupun dengan skripsi). Tapi itu cuman cerita sampingan aja, menurut saya juga ga ada hubungannya dengan keputusan saya mengambil skripsi apa ngga, saya cuma mencoba membangkitkan motivasi aja berhubung denger2 Robin Sharma ini bukan sekedar motivator, tapi bisa memberikan pandangan hidup berbeda dari buku2nya. Di antaranya yg saya baca itu ada Who Will Cry When You Die ini, trus ada The Monk Who Sold His Ferrari.
Dari buku ini bisa menurut saya bisa membuat si pembaca lebih menghargai arti hidup, bahwa hidup itu gak sekedar tentang pemenuhan naluri dan kebutuhan sehari-hari kayak makan, mencari naungan untuk hidup atau berpasangan. Tapi juga tentang menikmati setiap detik yang udah diberikan Sang Pencipta. Ada suatu cerita juga, gak tau kiasan atau ngga, jadi The Monk itu diceritakan dlunya adalah seorang pebisnis yang handal, banyak rekanan dan kerjaannya. Sampai suatu hari dia kalo ga slh kena masalah, dan akhirnya kelelahan karena sudah tua juga. Akhirnya dia keluar dari kesibukan pekerjaannya, betul2 meninggalkan semuanya dan pergi menyendiri ke pegunungan di Tibet. Di sana dia berguru sama biksu yg udah lama disana gitu dan selama bertahun2 dia mulai bisa melupakan segala masalahnya. Bahkan diceritain keriput di mukanya menghilang dan keliatan 40 tahunan lebih muda. Nah disini ceritanya teman lamanya dlu mau nemuin dia dan keheranan krn si The Monk ini kok lebih cerah dan mudaan wajahnya. Nah disinilah cerita itu berlanjut, dia ngasih tau cara2nya biar tetap tenang dalam menghadapi masalah, caranya menjadi CEO yang baik, nggak semena2 ke bawahan dan tetep menghormati rekanan kerjanya.
###
Bab TIGA – Peliharalah Perspektif
Suatu hari, dalam suatu kisah lama, seorang pria yang sakit parah dibawa masuk ke sebuah ruangan di rumah sakit dimana pasien lain terbaring di tempat tidur di sebelah jendela. Keduanya lalu bersahabat. Pasien yang berada di samping jendela akan memandang keluar dan selama beberapa jam menggambarkan dunia luar dengan bersemangat kepada temannya yang berbaring di tempat tidur. Beberapa hari ia menggambarkan keindahan pepohonan di taman di depan rumah sakit itu dan bagaimana dedaunan menari-nari tertiup angin. Pada hari-hari lain, ia akan menghibur temannya dengan menirukan satu demi satu hal yang dilakukan orang-orang ketika mereka melintasi rumah sakit. Bagaimanapun juga, seiring berjalannya waktu, pasien yang terbaring di tempat tidur itu semakin frustasi karena ketidakmampuannya melihat keajaiban yang digambarkan oleh temannya. Akhirnya, ia mulai tidak suka kepada temannya dan kemudian sangat membencinya.
Suatu malam, setelah mendapat serangan batuk yang parah, pasien di samping jendela itu berhenti bernapas. Pasien yang satu lagi memilih untuk tidak melakukan apa pun, dan tidak memencet bel untuk meminta bantuan. Keesokan harinya, pasien yang telah memberikan begitu banyak kebahagiaan kepada temannya dengan menceritakan pemandangan di luar jendela dinyatakan meninggal dan dibawa keluar ruangan. Temannya segera minta dipindahkan ke dekat jendela, dan permintaannya dipenuhi oleh perawat yang bertugas. Namun ketika ia memandang keluar jendela, ia melihat sesuatu yang membuat ia terguncang: jendela itu berhadapan dengan tembok bata yang dingin. Teman sekamarnya dulu telah membayangkan pemandangan yang luar biasa yang ia gambarkan di dalam imajinasinya menjadi tindakan yang menyenangkan agar dunia temannya sedikit lebih baik selama hari-hari yang sulit. Ia telah melakukan tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri.
###
Kalau diceritain latar belakangnya baca buku ini, awalnya saya lagi bosen dan gak ada kerjaan berhubung ketika membaca buku ini yaitu ketika tahun2 terakhir kuliah. Pun ketika itu saya sedang agak demotivasi untuk memilih apakah harus lulus lewat jalur skripsi atau nggak (di tempat saya kuliah bisa lulus tanpa skripsi, ataupun dengan skripsi). Tapi itu cuman cerita sampingan aja, menurut saya juga ga ada hubungannya dengan keputusan saya mengambil skripsi apa ngga, saya cuma mencoba membangkitkan motivasi aja berhubung denger2 Robin Sharma ini bukan sekedar motivator, tapi bisa memberikan pandangan hidup berbeda dari buku2nya. Di antaranya yg saya baca itu ada Who Will Cry When You Die ini, trus ada The Monk Who Sold His Ferrari.
Dari buku ini bisa menurut saya bisa membuat si pembaca lebih menghargai arti hidup, bahwa hidup itu gak sekedar tentang pemenuhan naluri dan kebutuhan sehari-hari kayak makan, mencari naungan untuk hidup atau berpasangan. Tapi juga tentang menikmati setiap detik yang udah diberikan Sang Pencipta. Ada suatu cerita juga, gak tau kiasan atau ngga, jadi The Monk itu diceritakan dlunya adalah seorang pebisnis yang handal, banyak rekanan dan kerjaannya. Sampai suatu hari dia kalo ga slh kena masalah, dan akhirnya kelelahan karena sudah tua juga. Akhirnya dia keluar dari kesibukan pekerjaannya, betul2 meninggalkan semuanya dan pergi menyendiri ke pegunungan di Tibet. Di sana dia berguru sama biksu yg udah lama disana gitu dan selama bertahun2 dia mulai bisa melupakan segala masalahnya. Bahkan diceritain keriput di mukanya menghilang dan keliatan 40 tahunan lebih muda. Nah disini ceritanya teman lamanya dlu mau nemuin dia dan keheranan krn si The Monk ini kok lebih cerah dan mudaan wajahnya. Nah disinilah cerita itu berlanjut, dia ngasih tau cara2nya biar tetap tenang dalam menghadapi masalah, caranya menjadi CEO yang baik, nggak semena2 ke bawahan dan tetep menghormati rekanan kerjanya.
Komentar
Posting Komentar