Langsung ke konten utama

Saduran The Book of Codes

Berikut ini saduran novel karya Zaynur Ridwan yang judulnya The Book of Codes. Buku ini tentang dunia perbankan, ada dramanya juga, mungkin ada juga sedikit unsur politiknya. Nah disimak aja tentang potongan novel ini.

###
Secara sederhana kau bisa memahami seperti ini. Di sini ada Eyang, Ajeng dan kamu, Alif. Eyang punya uang 200 rupiah. Eyang meminjamkan uang kepada kalian berdua masing-masing sebanyak 100 rupiah lalu meminta pengembalian bunga 5 rupiah yang sama artinya dengan 5%. Itu berarti Eyang akan mendapatkan 210 rupiah dari kalian berdua, dengan asumsi masing-masing memberikan 105 rupiah, pada masa yang ditentukan dalam kesepakatan. Uang tersebut haruslah dicetak berdasakan jumlah barang yang ada, dalam hal ini sejumlah 200 rupiah. Ini teori ekonomi paling mendasar. Nilai uang disesuaikan berdasarkan nilai barang. Itu berarti Ajeng menjual barang yang nilai rupiahnya adalah 100 dan Alif menjual barang jug dengan nominal yang sama. Jika kalian berdua telah menjual habis dagangan kalian, hanya aka nada satu orang yang berhasil membayar nilai 105 rupiah. Orang kedua hanya akan membayar nilai 95 rupiah. Berarti orang kedua ini masih kurang 10 rupiah untuk membayar pinjamannya. Sedangkan, jumlah uang yang beredar hanya 200 rupiah dan bungan uang yang 5 rupiah sebenarnya tidak pernah tersedia. Lalu bagaimana orang kedua membayar kekurangan utangnya yang 10 rupiah itu? Caranya adalah dengan kembali berutang. Mereka menyebut ini ‘lubang kelinci’. Seberapa dalam lubang ini kelak bergantung pada seberapa banyak orang yang menjadi korban dalam sistem ini. Kalian terjebak dalam lubang kelinci dan kalian sudah masuk ke dalamnya tanpa punya kekuasaan untuk menghadapi sistem ini.

“Contoh yang kupaparkan tentulah sangat sederhana, tetapi, begitulah kita memahaminya. Praktik riba dengan bunga uang dijalankan oleh semua bank di seluruh dunia. Sistem ini sudah mengakar. Orang-orang di pusat kekuasaan menikmati kekayaannya dengan menjadikan para nasabah sebagai budak belian…”

Khalifa memotong, “Akan tetapi, Eyang, dari apa yang sudah dilakukan oleh dunia perbankan modern ini, toh, tidak sedikit nasabah yang sukses dan menikmati kekayaannya. Artinya sistem ini juga berhasil mendistribusikan kekayaan meskipun tidak merata.”

Dat is niet waar. Sama sekali tidak benar! Apakah bentuk kekayaan yang tidak merata kau anggap adil? Ingat, dengan sistem bunga uang, setiap satu orang yang berhasil membayar akan membunuh satu orang lainnya yang dianggap gagal bayar. Bila kau berhasil keluar dari lubang kelincimu, dengan membayar utang-utangmu, maka aka nada orang lain di luar sana yang tidak akan pernah mampu membayar. Apakah ini adil bagimu?”

Pemuda itu menggeleng, “Kurasa tidak.”

“Baiklah. Regulasi lain yang diciptakan adalah bila kau tidak mampu membayar, mereka akan menyita propertimu. Rumah milikmu yang kau beli dengan susah payah dan kau agunkan ke bank akan berada di bawah kekuasaan bank. Ketika kau gagal membayar, mereka mengambil rumahmu. Sistem ini betul-betul bermasalah. Mereka tidak menciptakan bunga uang, tapi mereka bisa merampok property milikmu. Bunga uang itu adalah hantu. It’s a ghost!”

“Para petani tidak pernah bisa menetapkan harga karena mereka tidak punya cukup uang. Kenapa? Karena rentenir dan koperasi memberikan pinjaman dengan bunga yang sangat besar. Mereka menjerit, tapi suaranya tertelan angin lalu. Mereka tidak bisa membayar dan mereka tidak mendapatkan keuntungan dari sawah-sawah mereka. Siapa yang menentukan harga? Para pengepul dan pembeli yang memiliki modal lebih banyak. Ini aneh, pemilik barang tidak bisa menetapkan harga sementara merekalah yang mengeluarkan biaya produksi atas barang tersebut. Negara ini memiliki minyak, tapi dengan alas an bahwa kilang Pertamina yang sudah tua tidak lagi mampu melakukan eksplorasi minyak-minyak tersebut, kita harus membeli minyak dengan harga pasar internasional. Itu bahasa halus untuk mengatakan pada barat bahwa ‘belilah barang ini sesuka hatimu’. Kita menggadai semuanya pada pihak asing.

“Semua elemen sosial masyarakat bergumul dengan sistem yang sama. Pedagang, pegawai negeri , guru, ibu rumah tangga, buruh dan pekerja informal, seluruhnya. Mereka terjerat dalam sistem utang yang membunuh mereka perlahan-lahan. Ini bukan peluru di mana mereka akan menembakmu dan kau tersungkur mati di tempat. Ini adalah sistem yang menindas dirimu, menjadikanmu hamba sahaya untuk bekerja dalam kekuasaan mereka seumur hidupmu. Semakin lama kau berutang semakin bagus. Semakin sering kau berutang juga semakin bagus. Ini semua adalah profit bagi mereka.

“Bila terjadi masalah keuangan, ke manakan pemerintah meminta solusi? Kepada para bankir dan ahli ekonomi yang mengadopsi sistem ini.Bagaimana kau bisa percaya mencari keselamatan pada orang yang mencuri kebebasanmu? Tapi orang-orang di atas sana akan membantumu, memberikan jalan keluar dari masalah tersebut. Setelah itu, mereka mulai mendatangkan masalah yang baru.
###


Disini keliatan ya tentang perputaran uang di perbankan kayak apa. Konsep ini juga berkaitan banget sama konsep riba. Yang saya amati di sini adalah tentang uang yang tujuan awalnya sebagai alat pembayaran, tapi nyatanya kok bisa juga ya jadi alat yang membawa ketidakadilan. Ada aja tuh pasti pihak yang dirugiin. Bahkan ada seorang kartel narkoba terkenal asal Kolombia pernah bilang yg intinya kalo nyimpen uang tuh jangan di Bank, karena bankir itu semua penjahat, semuanya penjahat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ungaran yang Menyenangkan

Tulisan ini tentang perjalanan kami kemarin, di bulan Februari 2019. Jadi kami abis dari Gunung Ungaran. Gunung Ungaran ini gak terlalu tinggi. Tapi dari segi pengalaman, gw merasa sangat menikmati. Gw bersyukur dikasih harta yg cukup, waktu, tenaga dan kesempatan beraktivitas yg menyenangkan dan terasa 'hidup' banget selama jalan-jalan kemarin. ======================= Kami berangkat bertujuh dari St Pasar Senen pukul sebelas malam, naik Tawang Jaya saat itu harga tiketnya 150ribu. Susah banget tidur di kereta. Padahal dulu gw tidur ya tidur aja. Jadi cuman meremin mata aja sambil berharap cepet-cepet subuh. Ketika mau cari lapak buat solat subuh keesokan harinya di gerbong restorasi (gerbong makan), eh ketemu temen kuliah, sebut saja Fadhil. Dia lagi balik kampung ke Semarang sekalian liburan ke tempat istrinya di Solo. Kebetulan jg di rombongan yg naik gunung kali ini, ada beberapa temen kuliah gw, yg jg temennya Fadhil. Kami langsung ngobrol banyak. Di akhir obrolan, F

First Trail Race

Jadi, setelah gw nyobain trail run di Gn Gede, sekarang gw pengen nyobain ikutan lomba trail run. Nah biasanya gw ikut lomba lari itu paling 5k, 10k atau paling jauh 21k. Skrg gw mau ngikutin lomba trail run pertama, dan jaraknya 30K. Agak nekat sih sebetulnya, tapi gw mau ikut lomba ini gara2 gw lg nganggur waktu itu, baru balik dari kampung inggris dan gak punya kerjaan. Duit pun gak ada, untungnya lomba ini fun run, biayanya cuma 50ribu aja, ya walaupun gak dapet medali atau kaos, cuma refreshment pas race, sama milo dan handuk tangan di finish. [Tulisan ini aslinya dibuat 6 Juli 2017, 2 tahun setelah pulang dari Tes IELTS habis dibina di Kampung Inggris] Waktu itu gw lagi abis2nya duit deh pokoknya, abis dari kampung inggris, abis tes ielts yg harganya 2.4 juta, eh lagi abis duit gitu malah dikeluarin lagi buat ikut lomba ini haha. Begitulah, kalo lg stres2nya gak punya uang, kita harus cari cara biar bisa menghilangkan kejenuhan itu, walaupun dengan pengorbanan.  Lombanya